Malam menuju larut ketika saya diajak ke Esplanade. Sebuah lokasi yang tak perlu diurai di sini, kecuali klik saja di sini bagi yang penasaran. Mata kita mengenalinya sebagai gedung durian. Kami pun menelusuri selasar, mencari lokasi hang out yang nyaman, tapi hanya tempat nongkrong dengan makanan ringan.
Berbeda dengan orang-orang yang amat mengagumi kota singa itu. Teman saya itu, memandang dengan miris dan mengecam habis. Itu semua melengkapi kenyataan warna hati saya: tak ada yang mengagumkan amat di sana. Berbalik 180 derajat dari perkiraan bahwa saya akan terkagum-kagum pada negara merlion ini. Sedih untuk dikata, memang.
Kalau teman saya itu mengecam habis negara itu terkait perilakunya pada bangsa kita, saya tawar hati karena banyak hal. Kondisi politiknya tidak berbeda dengan Indo di masa orba. Masyarakatnya, sungguh menyedihkan menjadi orang-orang yang tak punya akar budaya, hidup dalam kekosongan, dan miskin dalam warna hidup.
Tak ada yang bersisa. Pertanyaan-pertanyaan retoris yang menjadi kebanggaan banyak orang yang pernah saya dengar, coba saya salurkan kepadanya, dan dijawabnya dengan telak. Lalu saya membayangkan, dari sisi jumlah penduduk… tak lebih banyak dari penduduk kota Yogyakarta. Cobalah menaruhnya di dalam peta, maka kita akan mengerti bahwa di sini tak ada keajaiban.
Larut malam pun, pada akhirnya, hanya menyisakan helaan nafas. Dan saya pun mengucapkan “selamat tinggal, esplanade”. Rasanya, ada yang diam-diam menyusup ke dalam dada, perlahan dengan gumam cinta padamu, tanah air…
May 3, 2008 at 12:11 pm |
Wahhh, pakdhe khun,… “ganti baju” nih blognya??, hehehehe… 😀
Hmmm, rasa nasionalisme pakhde khun besar juga yach, hehe. Saya tertarik sama yang ini, silly quote yach:
“Masyarakatnya, sungguh menyedihkan menjadi orang-orang yang tak punya akar budaya, hidup dalam kekosongan, dan miskin dalam warna hidup.”
somehow, saya juga merasakan mereka (singaporean people) ini terkadang sombong,
tidakkurang bersahabat, and sometimes too greedy, if I may say that.tapi disatu sisi, harus diakui bahwa pemerintah singapore lebih berhasil menerapkan aturan2 kedalam tatanan berkehidupan berbangsa dan bernegara mereka.
contoh simple dech… Singapore sudah jauh lebih canggih dalam hal kebersihan… Publik area jauh lebih baik sanitary-nya daripada Indonesia, sorry to say… Sementara, kita tidak pernah peduli pada sampah kita yang semakin menumpuk dan bukan tidak mungkin, kalo tidak ditangani dengan baik… well, let say… bisa menghantar kita ke bulan 😀 (saking tingginya tumpukan sampah itu, hahahahahahaha… Dulu saya ingat anekdot ini dipakai untuk mengungkapkan bahwa Org Indonesia bisa sampai kebulan hanya dengan menumpuk semua kertas2 bekas seminar2
gak penting tapi sengaja diada-adain biar keliatan penting dan keliatan ada kerjaanyang diadakan oleh wakil2 kita di MPR/DPR, hahaha 😀 )Halahhh… saya kok suka sok tahu ya pakdhe… GAK PANTES silly ngomong serius kayak gini… NOT SO SILLY… (but so me, my real life, hehehe 😉 )
Btw, kapan2 kalo kesingapore, ajak2 donggg… 🙂
salam manis,
-silly-
May 5, 2008 at 1:20 am |
Silly, saya pikir tidak susah kalau kita ditempatnya pada sikon Spore:
1. Lahan tak produktif
2. Area sempit tanpa hasil alam
3. Penduduk sedikit
Soal punishment, mainkan saja spt Spore:
1. Denda uang jutaan
2. Aktifkan hukuman cambuk
Sebelum itu semua, jangan lupa:
Terapkan wajib militer!
eheheheh :p :p
May 5, 2008 at 1:21 am |
ehh lupa 1 lagi:
punya tetangga yg banyak konglomerat hitamnya :p