Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) adalah komisi yang dibentuk pada tahun 2003 berdasarkan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 untuk mengatasi, menanggulangi, dan memberantas korupsi di Indonesia. Visi KPK jelas, yaitu “menjadi lembaga penggerak pemberantasan korupsi yang berintegritas, efektif, dan efisien!” Sementara misinya, terangkum dalam lima butir berikut:
- Melakukan koordinasi dengan instansi yang berwenang melakukan pemberantasan TPK.
- Melakukan supervisi terhadap instansi yang berwenang melakukan pemberantasan TPK.
- Melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap TPK.
- Melakukan tindakan-tindakan pencegahan TPK.
- Melakukan monitor terhadap penyelenggaraan pemerintahan negara.
Menarik untuk dicermati, dari antara lima butir di atas, rasanya yang paling puyeng untuk ditunaikan adalah tugas butir keempat. Empat butir lainnya jelas, konkret, penuh aksi, dan mampu saya bayangkan. Tapi tidak dengan butir misi keempat itu, yang terjabarkan juga dalam “Fungsi dan Tugas” KPK, sebagai “melakukan tindakan-tindakan pencegahan.”
Tindakan preventif itu ibarat bertinju dengan angin, menebar abab, berjalan dalam remang petang. Membutuhkan daya imajinasi tajam, daya kreasi tinggi, stamina kokoh, dan daya dorong yang kuat sehingga efektif menggulirkan kontribusi konkret yang dapat “diukur secara nyata” dalam pemberantasan korupsi. Terkait dengan hal ini, KPK sangat beruntung dan memanfaatkannya secara cerdas dengan menjadikan “gitar Jokowi” menjadi “duta” tak ternilai karena dapat dijadikan ikon pencegahan korupsi.
Dalam Pekan Antikorupsi 2013 yang diselenggarakan 9-11 Desember 2013 di Istora Senayan, Jakarta, dalam rangka peringatan Hari Antikorupsi Sedunia 2013, ada mata acara Lelang Barang Gratifikasi. Dalam acara tersebut, lebih dari 75 barang hasil gratifikasi sitaan KPK, dilelang oleh Direktorat Jenderal Kekayaan Negara Kementerian Keuangan. Salah satu benda yang hadir di sana adalah gitar bass merek Ibanez Artcore AGB 140 yang ditandatangani oleh personel band Metallica Robert Trujillo. Gitar ini dihadiahkan kepada Jokowi, namun dinyatakan sebagai barang gratifikasi oleh KPK.
Kehadiran “gitar Jokowi” ini, hanya membuat para peserta lelang kecewa karena benda itu hanya bisa dipandang sebagai barang pajangan–tidak turut dilelang. “Itu (gitar) kami tetapkan untuk KPK, dengan status penggunaan untuk KPK. KPK kan tugas fungsinya pecegahan (gratifikasi). Jadi itu barang display KPK, tidak ikut dilelang,” kata seorang petugas.
Dilihat dari sisi lain, tindakan ini tentu saja cerdas, karena “gitar Jokowi” akan jauh lebih berharga apabila dijadikan ikon pencegahan korupsi. Gitar dan kisah di baliknya, tentu menjadi pendorong (endorser) yang sangat kuat bagi KPK dalam menunaikan acara-acara kampanye pencegahan korupsi. Dua selebritas di balik barang ini, mengubah benda seharga Rp 8,5 juta ini melampaui nilai nominalnya, bahkan melebihi penawaran lelang tertinggi dari siapa pun.
Jokowi, meskipun diduga mengalami sebersit rasa kecewa, sudah megikhlaskannya. Di samping tidak diizinkan secara hukum untuk memilikinya, tentu Jokowi juga sepakat bahwa inilah salah satu “alat” KPK untuk menggaungkan tindakan pencegahan. Benda-benda ikonik seperti inilah yang memendarkan daya tarik bagi kalangan luas untuk hadir menyaksikannya dan mematri ingatan sebagai “morning call” apabila terbersit sekilas niat untuk korupsi.
Agar adil, sudah sepantasnya “gitar Jokowi” ini diajak keliling Indonesia. Dibawa ke sekolah-sekolah, masuk ke kampus-kampus, blusukan ke mana saja yang memungkinkan. Asyik, akan seru nih karena sekarang KPK punya “mainan” baru untuk dijadikan juru bicara. Semoga berhasil dan berdaya guna. (Sumber foto: Tribunnews.com)
Tags: Jokowi, JokoWidodo, KPK
Leave a Reply