Pariwisata menjadi topik yang menarik untuk diperbincangkan, terutama bila giat dikembangkan. Tak heran bila kita jumpai blogger-blogger asing berdatangan ke tanah air lalu menuturkan kabar baik tentang negeri kita. Sebaliknya, blogger-blogger tanah air rancak diundang ke mana-mana untuk melakukan tugas negara yang sama.
Dalam dua tahun terakhir, pemerintah sedang serius memoles pariwisata menjadi primadona. Tujuannya jelas, agar dunia pariwisata Indonesia bisa menuju pentas dunia. Ketika Kabinet Kerja diluncurkan, di pundak Kementerian Pariwisata diletakkan beban untuk melipatgandakan target kunjungan wisatawan ke tanah air. Sepintas, target ini terlihat berlebihan. Namun bila ditengok secara jujur, begitulah selayaknya kita capai. Tidak masuk akal bila negeri surga di khatulistiwa ini tak mampu bersanding jumlah kunjungan dengan negara-negara tetangga.
Tidak main-main, bila Anda menyimak publikasi di media massa, Menteri Pariwisata Arif Yahya berani mencanangkan pada 2019 pariwisata bakal menjadi penghasil devisa terbesar di Indonesia. Sebagai catatan, bila Anda belum sempat menyimak, tahun ini sektor pariwisata berhasil menyumbangkan devisa tak kurang 12,6 miliar Dolar AS. Lumayan banget, kan?
Strategi dan Langkah Konkret
Mari kita kilas balik mengenai strategi dan langkah-langkah konkret yang sudah dan sedang berlangsung. Pemaparan dari Kementerian Pariwisata yang disajikan oleh Kantor Staf Presiden (KSP) memberi kita banyak informasi. Dalam Paket Kebijakan Ekonomi Jilid I, diluncurkan kebijakan Bebas Visa Kunjungan (BVK). Tujuannya jelas, agar kian banyak wisatawan mancanegara (wisman) yang bertandang ke negeri kita. Kebijakan ini tentu merupakan lompatan terobosan, mengingat data pada 2014, ketika Thailand membuka diri bagi 57 negara, Singapore sudah mencapai 155 negara, dan Malaysia sebanyak 163 negara.
Kebijakan ini tentu bukan tanpa pijakan dan dasar kajian yang jelas. Coba tengok dua tabel data (2013) berikut, cukup menjawab keraguan kita.
Terkait BVK, ada tiga tahapan yang dilakukan pemerintah. Pertama (Juni 2015), dibuka untuk negara-negara ASEAN dan negara tertentu, mencakup 45 negara melalui 9 pintu masuk dan keluar. Kedua (September 2015), diperluas hingga mencapai 90 negara. Ketiga (Maret 2016), kebijakan ini total mencakup 169 negara melalui 124 pintu masuk dan keluar.
Apa yang terjadi? Kontribusi BVK terhadap jumlah kedatangan wisatawan mancanegara yang dicatat oleh Kemenpar mencapai 18,61%.
Langkah lain, yaitu penetapan 10 Destinasi Wisata Prioritas, yang mencakup Mandalika, Labuan Bajo, Pulau Morotai, Tanjung Kelayang, Danau Toba, Wakatobi, Gunung Bromo, Candi Borobudur, Pantai Tanjung Lesung, dan Kepulauan Seribu. Presiden Jokowi bahkan memberikan dukungan penuh bagi percepatan pembenahan pada 10 destinasi ini.
Barikutnya, pembentukan 4 Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Pariwisata, yaitu Tanjung Lesung (Banten), Morotai (Maluku Utara), Mandalika (Nusa Tenggara Barat), dan Tanjung Kelayang (Bangka Belitung). Di keempat kawasan ini, infrastruktur seperti kelayakan bandara dan jalur penerbangan mendapat prioritas; selain kesiapan hunian (hotel) dan elemen-elemen penunjang lainnya.
Kebijakan lain adalah dibukanya pintu masuk tertentu, dalam hal ini menarik membaca berita pada Juli lalu bagaimana Kementerian Perhubungan memberi izin dibukanya jalur turis Tiongkok-Manado kepada tiga maskapai Indonesia. Melalui kebijakan ini diperkirakan kunjungan wisman ke Manado akan naik lebih dari lima kali lipat.
Kesiapan Hunian
Bicara soal penunjang dunia pariwisata bukan hanya soal perluasan atau pengadaan bandara, kemudahan akses (transportasi), dan kemampuan manajemen; melainkan juga kesiapan hunian (tempat menginap) bagi wisatawan. Langkah yang diambil oleh Kemenpar adalah mendukung program pembangunan 100.000 homestay di 10 destinasi prioritas. Bahkan bersama Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf), Kemenpar berpartisipasi dalam pengadaan “Sayembara Desain Rumah Wisata (Homestay) Nusantara 2016″.
Kebutuhan besar di sektor ini dalam menunjang pariwisata tentu membuka peluang partisipasi jaringan managemen perhotelan. Salah satu jaringan hotel bertaraf internasional yang menaruh komitmen mendukung pariwisata Indonesia adalah Best Western. Didirikan pada 1946 oleh M.K. Guertin dalam format Best Western Motel, jaringan hotel yang telah berpengalaman selama 70 tahun ini telah menangani lebih dari 4.000 hotel di lebih dari 100 negara.
Best Western mengemas tiga kategori hotel sesuai dengan kebutuhan Anda, yaitu Best Western Core, Best Western Plus, dan kelas tertinggi Best Western Premier. Best Western Indonesia sendiri telah hadir di kota-kota besar, dan dalam dalam kurun waktu tak akan lama segera merambah sebelas kota utama Indonesia.
Dengan brand internasional dan standar layanan prima, dunia pariwisata Indonesia akan diuntungkan karena para wisatawan kelas dunia dengan mudah menaruh kepercayaan dan merasakan ikatan emosi dengan jaringan hotel yang telah dikenal atau dipercayai.
Semua ini bukan isapan jempol semata, karena sebagai blogger saya beruntung telah diundang untuk merasakan dan membuktikan kualitas layanan yang menjadi standar Best Western selama dua malam di Best Western Premier Solo Baru. Kesan saya singkat dan jelas: Wow! Pengalaman mengesankan di Best Western Premier Solo Baru sudah pasti menjadi cerita tersendiri yang seru. []
Tags: 10 Destinasi Prioritas, bestwestern, bestwesternindo, BestWesternPremierSoloBaru, pariwisata, upcloseandpersonalwithbestwestern
October 29, 2016 at 1:03 am |
wooow … what an article. Saya jadi dapat insight baru ttg kepariwisataan dunia+indonesia. Terimakasih untuk ulasan kecenya pa khun π
idfipancani.blogspot.co.id
October 29, 2016 at 2:15 am |
Halo bro, bersua lagi kita di sini. Iya nih, banyak dimensi dan banyak peluang untuk bloogger dalam mendukung Indonesia ke pentas dunia π
October 29, 2016 at 1:19 am |
Wah, nambah banyak ilmu nih baca tulisan Om Khun. keren!
October 29, 2016 at 2:17 am |
Ah, masak nih *tersipumalulalutertundukkayakgimanagituh* hahaha. Kamu juga jempol kok π